Kamis, 07 November 2019

Makalah lintas budaya komunikasi bisnis

Nama : Revira rossa
Nim    :1721200077

BAB I
PENDAHULUAN


Masyarakat Indonesia memiliki berbagai macam keberagaman seperti agama, bangsa ras, bahasa, adat istiadat dan sebagainya. Indonesia terkenal dengan keberagaman budayanya. Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna dan diwariskan dari generasi ke generasi, melalui usaha individu dan kelompok.
Komunikasi diperlukan untuk mengenal budaya yang satu dengan budaya yang lainnya. Dengan berkomunikasi seseorang dapat memahami perbedaan antar budaya yang satu dengan yang lainnya. Komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan komunikasi pun selalu menentukan budaya. Komunikasi antar budaya terjadi jika bagian yang terlibat dalam kegiatan komunikasi membawa latar belakang budaya pengalaman yang berbeda dan mencerminkan nilai yang dianut oleh kelompoknya.
Berkomunikasi merupakan kebutuhan yang fundamental bagi seseorang yang hidup bermasyarakat, tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat, maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup manusia selalu berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun kelompok kecil.
           

BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Komunikasi Lintas Budaya
Komunikasi lintas budaya adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-orang yang berbeda budaya. Ketika komunikasi tersebut terjadi antara orang-orang berbeda bangsa(international), antaretnik(interethnical), kelompok ras(interracial), atau komunikasi bahasa(intercommunal), disebut komunikasi lintas budaya.
Menurut Liliweri (2003:9), dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Antarbudaya, memberikan definisi komunikasi antarbudaya atau komunikasi lintas budaya sebagai pernyataan diri antarpribadi yang paling efektif antar dua orang yang saling berbeda latar belakang budayanya.
Komunikasi Lintas Budaya dalam pengertian yang lebih luas lagi, merupakan pertukaran pesan yang disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan secara imajiner antara dua orang yang berbeda latar belakang budaya.

B.     Fungsi Komunikasi Lintas Budaya
Komunikasi lintas budaya memiliki fungsi penting, terutama ketika seseorang mulai menjalin hubungan bilateral, trilateral, atau multilateral. Secara khusus, komunikasi lintas budaya berfungsi untuk mengurangi ketidakpastian komunikasi antarorang, antarsuku, dan antarbangsa yang berbeda budayanya. Ketika memasuki wilayah(daerah) orang lain, seseorang dihadapkan dengan orang-orang yang sedikit atau banyak berbeda, ditinjau dari aspek sosial, budaya, ekonomi dan status lainnya.
C.     Pentingnya Komunikasi Lintas Budaya
Komunikasi lintas budaya sangat penting, terutama untuk mencapai hubungan kerja sama yang saling menguntungkan. Pentingnya komunikasi lintas budaya untuk membangu hubungan internasional yang serasi dapat ditemukan contohnya dari hubungan Amerika Serikat dan Korea Selatan. Hubungan kedua negara tersebut  berjalin harmonis sejak 1884, ketika pemerintah Amerika Serikat mengirim warganya yang menjadi konsumen pertama produk property buatan korea selatan. Dari fenomena hubungan ekonomi Amerika Serikat-Korea Selatan, diketahui bahwa produktivitas dan profitabilitas meningkat ketika organisasi mampu menyerap budaya dan mengomunikasikan harapan secara jelas.
Bagi banyak Negara, proses komunikasi yang ditunjukkan kedua Negara tersebut dijadikan sebagai replikasi untuk mencapai kemajuan dalam menjalin hubungan internasional. Replikasi tersebut tidak terbatas hanya dalam hubungan perdagangan saja, melainkan juga hubungan pertukaran pelajar, kegiatan riset dan kebudayaan, hingga masalah pertahanan keamanan. Kunci keberhasilan ini terletak pada aspek koorientasi yang diperlihatkan kedua belah pihak.
Budaya-budaya yang berbeda memiliki sistem-sistem nilai yang berbeda dan karenanya ikut menentukan tujuan hidup yang berbeda, juga menentukan cara berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh bahasa, aturan dan norma yang ada pada masing-masing budaya. Sehingga sebenarnya dalam setiap kegiatan komunikasi kita dengan orang lain selalu mengandung potensi Komunikasi Lintas Budaya atau antar budaya, karena kita akan selalu berada pada “budaya” yang berbeda dengan orang lain, seberapa pun kecilnya perbedaan itu. Perbedaan-perbedaan ekspektasi budaya dapat menimbulkan resiko yang fatal, setidaknya akan menimbulkan komunikasi yang tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman atau timbul kesalahpahaman. Akibat dari kesalahpahaman-kesalahpahaman itu banyak kita temui dalam berbagai kejadian yang mengandung etnosentrisme dewasa ini dalam wujud konflik-konflik yang berujung pada kerusuhan atau pertentangan antaretnis. Sebagai salah satu jalan keluar untuk meminimalisir kesalahpahaman-kesalahpahaman akibat perbedaan budaya adalah dengan mengerti atau paling tidak mengetahui bahasa dan perilaku budaya orang lain, mengetahui prinsip-prinsip Komunikasi Lintas Budaya dan mempraktikkannya dalam berkomunikasi dengan orang lain.

D.    Definisi Budaya
Secara etimologj, budaya berasal dari bahasa sanskerta. Buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal). Selanjutnya, budaya diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Berbudaya berarti mempunyai budaya, mempunyai pikiran dan akal budi untuk memajukan diri. Kebudayaan diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan manusia sebagai hasil pemikiran dan akal budi.
Budaya dalam  bahasa Inggris disebut culture, yang berasal dari kata latin, colere, yang berarti mengolah atau mengerjakan, dan bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga merupakan kata lain dari occult yang berarti benak dan pikiran. The American Herritage Dictionary mengartikan culture sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang ditransmisikan melalui kehidupan sosial, seni, agama, dan kelembagaan.
Budaya dari bahasa latin, yakni dari akar kata cultura. Dalam bahas Perancis, la Culture berarti esemble des aspects intellectuals d’une civilization (serangkaian bidang intelektual dalam sebuah peradaban). Budaya adalah suatu konsep yang mencakup berbagai kompenen yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan hidupnya sehari-hari (Purwasito, 2003:95).
Edward B. Taylor mendefinisikan budaya sebagai keseluruhan sistem yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan lain serta kebiasaan yang diperoleh dan dipelihara manusia sebagai anggota masyarakat.
Williams mendefinisikan bahwa budaya mencakup organisasi produksi, struktur lembaga, yang mengekspresikan atau mengatur hubungan sosial, dan bentuk-bentuk komunikasi khas antaranggota masyarat. 
Trenholm dan Jensen (1992:238) mendefinisikan budaya sebagai seperangkat nilai, kepercayaan, norma, adat istiadat, aturan, dan kode yang secara sosial mendefinisikan kelompok orang yang memilikinya, mengikat mereka satu sama lain dan memberi mereka kesadaran bersama. 
Harrison dan Huntington mengemukakan, “Istilah budaya, tentu saja mempunyai arti banyak dalam disiplin ilmu serta konteks yang berbeda.” Sifat sulit dipahami ini mungkin dapat di cerminkan dalam fakta bahwa pada awal tahun 1952 ulasan tentang literatur antropologi mengungkap 164 definisi berbeda dari kata budaya.
Menurut Triandis, “Kebudayaan merupakan elemen subjektif dan objektif yang dibuat manusia yang di masa lalu meningkatkan kemungkinan untuk bertahan hidup dan berakibat dalam kepuasan pelaku dalam sudut ekologis, dan demikian tersebar di antara mereka yang dapat berkomunikasi satu sama lainnya, karena mereka mempunyai kesamaan bahasa dan mereka hidup dalam waktu dan tempat yang sama.” Pengertian ini menyorot dalam satu kalimat panjang, fitur penting dari budaya. Dengan menunjuk pada “buatan manusia” yang membuat jelas bahwa budaya berhubungan dengan bagian non-biologis dari kehidupn manusia. Hal ini memberikan penjelasan tentang sifat bawaan dan tidak harus dipelajari (sperti makan, tidur, menangis, mekanisme organ bicara, dan rasa takut). Kedua, definisi ini meliputi apa yang disebut Harrison dan Huntington sebagai elemen “subjektif” dari bahasa. Elemen sseperti “nilai, tingkah laku, kepercayaan, orientasi, dan asumsi yang tersirat lazim dalam suatu masyarakat. 
Menurut  Koentjaraningrat, budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Dengan demikian, dapat dikatakan secara ringkas bahwa budaya adalah keseluruhan cara hidup (way of life) manusia.
Secara panjang lebar Tubbs (1996: 237) mengartikan budaya dengan segala unsurnya bahwa budaya merupakan cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang serta diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang  berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan  bahwa budaya itu dipelajari. Maka, komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosio ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini). Seperti kita ketahui bahwa budaya mempengaruhi cara seseorang berkomunikasi. Budaya bertanggung jawab atas seluruh aspek komunikasi yang dilakukan oleh seorang individu atau kelompok, baik secara verbal maupun nonverbal.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Tidak banyak orang menyadari bahwa bentuk-bentuk interaksi antarbudaya sesungguhnya secara langsung atau tidak melibatkan sebuah komunikasi. Pentingnya komunikasi antarbudaya mengharuskan semua orang untuk mengenal dasar-dasar komunikasi antarbudaya itu. Komunikasi itu muncul, karena adanya kontak, interaksi dan hubungan antar individu atau kelompok yang berbeda kebudayaannya. Jadi, sebenarnya tidak ada kebudayaan tanpa komunikasi, dan tidak ada komunikasi tanpa pengaruh  budaya. Di sinilah pentingnya kita mengetahui komunikasi antarbudaya itu..
E.     Karakteristik Budaya dan Komunikasi
Ada tiga karakteristik penting dari kebudayaan, yaitu kebudayaan itu dapat dipelajari, kebudayaan itu dapat dipertukarkan, dan kebudayaan itu tumbuh serta berubah (Hebding dan Glick, 1991, hlm. 45).
1.      Kebudayaan itu Dipelajari
Kita sebut kebudayaan itu dapat dipelajari karena interaksi antarmanusia ditentukan oleh penggunaan simbol, bahasa verbal maupun nonverbal. Tradisi budaya, nilai-nilai, kepercayaan, dan standar perilaku semuanya diciptakan oleh kreasi manusia dan bukan sekadar diwarisi secara instink, melainkan melalui proses pendidikan dengan cara-cara tertentu menurut kebudayaan. Setiap manusia lahir dalam suatu keluarga, kelompok sosial tertentu yang telah memiliki nilai, kepercayaan, dan standar perilaku yang ditransmisikan melalui interaksi di antara meraka (sosialisasi).

2.      Kebudayaan itu Dipertukarkan
Di samping dipelajari, kebudayaan itu juga dipertukarkan. Istilah pertukaran merujuk pada kebiasaan individu atau kelompok untuk menunjukkan kualitas kelompok budayanya. Dalam interaksi atau pergaulan antarmanusia setiap orang mewakili kelompoknya lalu menunjukkan kelebihan-kelebihan budayanya dan membiarkan orang lain untuk mempelajarinya. Proses pertukaran budaya dilakukan melalui mekanisme belajar budaya yang mengakibatkan para ibu yang berasal dari Sunda dan Jawa dapat belajar memasak jagung bose (masakan jagung yang bercampur santan kelapa) dan sebaliknya para ibu dari Timor dan Flores belajar membuat oncom dan bajigur dari Sunda.
3.      Kebudayaan Tumbuh dan Berkembang
Setiap kebudayaan terus ditumbuhkembangkan oleh para pemilik kebudayaannya, oleh karena itu ada yang mengatakan bahwa kebudayaan ituterus mengalami perubahan. Oleh karena itu, kita menyebut kebudayaan itu berbuah semakin rinci (kompleks) dan kemudian dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi lain. Tenun ikat dari Ended an Lio di Flores mula-mula di tenun dengan benang yang di celupkan ke dalam nila. Akibat perkembangan teknologi industri maka lama kelamaan nila mulai ditinggalkan dan para penenun memakai benang sutera sehingga dapat menghasilkan tenun ikat berkualitas ekspor.
F.      Dimensi Dan Unsur Budaya
Budaya memiliki dimensi yang sangat luas, bahkan dapat dikatakan seluas dan serumit kehidupan manusia itu sendiri. Tetapi, untuk kepentingan ilmiah, kebudayaan dikelompokkan ke dalam beberapa unsur penting, yaitu:
1.      Sistem religi (agama) dan upacara keagamaan
Koentjaraningrat menyatakan bahwa asal mula permasalahan fungsi religi dalam masyarakat adalah adanya pertanyaan mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib atau supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada manusia dan mengapa manusia itu melakukan berbagai cara untuk berkomunikasi dan mencari hubungan-hubungan dengan kekuatan-kekuatan supranatural tersebut. Dalam memahami unsur religi sebagai kebudayaan manusia tidak dapat dipisahkan dari religious emotion atau emosi keagamaan. Emosi keagamaan adalah perasaan yang ada di dalam diri manusia yang mendorongnya melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religius. Dalam sistem religi terdapat tiga unsur yang harus dipahami selain emosi keagamaan, yakni sistem keyakinan, sistem upacara keagamaan, dan umat yang menganut religi itu.
Misalnya, kepercayaan menyembah pada suatu kekuatan gaib di luar diri manusia, berupa gunung, angin, hutan, dan laut. Kepercayaan tersebut berkembang pada tingkatan yang lebih tinggi, yakni kepercayaan kepada satu dewa saja (monotheism) dan lahirnya konsepsi agama wahyu, seperti Islam, Hindu, Buddha, dan Kristen. Sistem religi juga mencakup mengenai dongeng-dongeng atau cerita yang dianggap suci mengenai sejarah para dewa-dewa (mitologi). Cerita keagamaan tersebut terhimpun dalam buku-buku yang dianggap sebagai kesusastraan suci. Salah satu unsur religi adalah aktivitas keagamaan di mana terdapat beberapa aspek seperti benda-benda dan alat-alat yang digunakan dalam upacara keagamaan, yaitu patung-patung, alat bunyi-bunyian, maupun sesaji untuk dilakukan dalam aktivitas tersebut.
2.      Sistem pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan yang bersifat empiris..

3.      Bahasa
Bahasa terdiri dari susunan kata-kata. Kata-kata disusun oleh simbol sehingga bahasa merupakan susunan berlapis-lapis dari simbol yang ditata menurut ilmu bahasa. Karena simbol-simbol itu berasal dari bunyi, ucapan yang dibentuk oleh sebuah kebudayaan maka kata-kata maupun bahasa dibentuk pula oleh sebuah kebudayaan. Jadi, bahasa merupakan komponen budaya yang sangat penting yang mempengaruhi penerimaan dan perilaku manusia, perasaan dan kecenderungan manusia untuk bertindak mengatasi dunia sekeliling. Dengan kata lain, bahasa mempengaruhi kesadaran, aktivitas dan gagasan manusia, menentukan benar atau salah, moral atau tidak bermoral, dan baik atau buruk.
Contoh studi kasus: Ketika Riski lulus sekolah menengah atas (SMA), Riski memutuskan untuk melanjutkan studi ke Jawa Timur, tujuan Riski datang ke daerah Pasuruan. Awalnya ketika Riski datang di Pasuruan, Riski merasa asing, terutama dalam pengucapan bahasa yang mereka pakai sehari-hari. Dari budaya yang Riski anut, Riski memiliki latar belakang budaya orang Jawa Tengah. Walaupun Riski memiliki latar belakang budaya Jawa Tengah, namun Riski telah lama dan menetap di Sumatera Selatan, sehingga adat kebudayaan Riski telah banyak mengikuti orang-orang asli Palembang. Riski mampu berdialog dengan bahasa Jawa, namun bahasa yang dipakai Riski khas Jawa Tengah. Ketika sampai di daerah Pasuaruan ia merasa tidak nyaman, karena ia merasa bahwa ia mmerasa dikucilkan oleh rekan satu Kos-nya. sesuatu ketika ada rekan satu kos Riski yang sakit, dengan dialog khas Jawa Tengah Riski bilang “nak enek konco seng sakit yo di tilik’i. (kalau ada teman yang sakit ya di jenguk)”. berhubung yang diajak berdialog orang Jawa Timur mereka semua bingung. Yang mereka ketahui bahasa “menilik’i”(Jawa Tengah: menjenguk/melihat. Jawa Timur: mencicipi/mencoba rasa sesuatu).
Dari contoh kasus diatas jelas bahwa dalam sebuah komunikasi antar budaya terjadi sebuah gangguan (noice), sebenarnya apa yang hendak disampaikan benar namun pada akhirnya bahasa yang diucapkan memiliki arti yang berbeda dari makna yang diharapkan. Hal ini tentu sangat dipengaruhi dengan adanya perbedaan antara kultur budaya pada suatu daerah tertentu. Bila kita kurang mengenal adat dan kebiasaan masyarakat sekitar, maka kita tidak dapat berkomunikasi secara efektif. Bahasa menentukan berhasil atau tidaknya komunikasi. Bahasa memiliki sifat unik dan kompleks yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebut. Jadi, keunikan dan kekompleksan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.

4.      Kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia terhadap keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.

5.      Sistem mata pencarian
Perhatian para antropolog masa awal pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah mata pencaharian tradisional, diantaranya, berburu dan meramu, beternak, bercocok tanam di ladang, dan menangkap ikan.



6.      Sistem teknologi dan peralatan
Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan. Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat dan mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian. Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat perdesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu senjata, wadah, alat-alat menyalakan api, makanan, pakaian, tempat berlindung dan perumahan, alat-alat transportasi.
Pengaruh beberapa unsur kebudayaan tersebut pada makna untuk persepsi terutama pada aspek individual dan subjektifnya. Dalam pandangan budaya, suatu objek atau peristiwa sosial yang sama dan memberikan makna objektif yang sama, tetapi makna individualnya mungkin akan berbeda. Misalnya orang Amerika dengan Arab sepakat menyatakan seseorang wanita berdasarkan wujud fisiknya. Tetapi kemungkinan besar keduanya akan berbeda pendapat tentang bagaimana wanita itu dalam makna sosialnya. Orang Amerika memandang nilai kesetaraan antara pria dengan wanita, sementara orang Arab memendang wanita cenderung menekankan wanita sebagai ibu rumah tangga.

Contoh Studi Kasus:  Pada suatu ketika di jalan raya, terjadi perselisihan antara seseorang yang suku jawa dengan seorang sopir angkot yang berasal dari daerah tapanuli (batak). Permasalahan yang terjadi antara keduanya yakni senggol-menyenggol kendaraan di tengah kemacetan. Karena tidak ada polisi dan kedua belah pihak tetap pada pendiriannya, mereka sepakat menuju kantor polisi terdekat. Ketika si sopir yang bersuku batak berbicara meledak-ledak, sang sopir di tegur oleh pak polisi agar berbicara lebih santun dan tenang.
Dengan sekonyong-konyong ia berbicara: “Saya orang Batak, saya tidak bisa berbicara halus seperti dia (sambil menunjuk ke arah orang yang bersuku jawa). Kami orang batak kalau bicara lantang dan terus terang tetapi jujur, tidak seperti orang Jawa yang bicara tidak jujur, berputar-putar dan berbelit-belit”. Untuk orang batak yang baik adalah berbicara langsung, terbuka dan terus terang karena disitu nilai kejujuran dan keterbukaan dijunjung. Namun bagi orang jawa, hal itu tidak sopan, kalau berbicara sebaiknya harus santun.
Nilai Kebaikan untukseseorang yang bersuku jawa adalah sopan santun, bicara halus dengan tutur kata yang baik dianggap keburukan bagi si sopir batak karena dianggap berputar-putar, berbelit-belit dan tidak jujur. Begitu juga sebaliknya, bagi orang yang bersuku jawa, sopir bersuku batak tersebut dianggap tidak sopan karena telah berbicara dengan keras dan dianggap tidak santun. Ini adalah penggambaran yang sangat jelas bagaimana budaya jawa dan budaya batak berpengaruh pada proses komunikasi mereka. Dengan 2 budaya yang berbeda disertai juga dengan karakteristik yang berbeda, hal ini akan jelas berpengaruh pada cara mereka berkomunikasi.
Budaya tidak berhenti pada satu titik, tetapi berproses sepanjang waktu, sebagaimana progresivitas akal budi (intelektual) manusia. Kajian komunikasi lintas budaya tak dapat dilepaskan dari kebudayaan sebab dalam komunikasi lintas budaya para peserta komunikasi dihadapkan dengan masalah perbedaan budaya. Pada umumnya, perbedaan budaya yang paling menonjol meliputi perbedaan ras, nilai dan norma, sistem religi, serta tradisi. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Ras
Membicarakan masalah ras adalah membicarakan perbedaan warna kulit, bentuk muka, dan tubuh. Pengetahuan tentang hal ini akan memengaruhi seseorang dalam tindak komunikasi. Perbedaan rasial merupakan perbedaan keturunan atau ras yang secara fisik membedakan antara orang yang satu dan orang lain. Dan setiap ras memiliki budayanya sendiri yang berbeda satu sama lain.
Kita juga mengenal budaya dan ras, bahwa ras-ras tertentu mempunyai sifat yang sama. Orang hitam umumnya suku bangsa yang selalu riang gembira suka bernyanyi dan terkadang dikatakan jorok dan kotor. Orang kulit kuning keturunan cina dan jepang dikatakan manusia pekerja keras terkadang pelit. Perilaku itu dinamakan perilaku ras, meskipun itu hanya merupakan perilaku rata-rata..
2.      Nilai dan Norma
Menurut Peoples dan Biley, nilai merupakan “kritik atas pemeliharaan budaya secara keseluruhan karena hal ini mewakili kualitas yang dipercayai orang yang penting untuk kelanjutan hidup meraka.” Hubungan antara nilai dan budaya begitu kuat, sehingga sulit untuk membahas yang satu tanpa menyinggung yang lain. Seperti yang ditulis oleh Macionis, nilai adalah “standar keinginan, kebaikan, dan keindahan yang diartikan dari budaya yang berfungsi sebagai petunjuk dalam kehidupan sosial.” Nilai-nilai berguna untuk menentukan bagaimana seseorang bertingkah laku. Untuk sejumlah nilai budaya yang berbeda, seseorang dapat mengharapkan peserta dalam komunikasi antarbudaya ini akan cenderung untuk memperlihatkan dan mengantisipasi tingkah laku yang berbeda dalam kesempatan yang sama. Misalnya, semua budaya memberikan penghormatan terhadap yang lebih tua, kekuatan nilai ini terkadang sangat berbeda dari satu budaya ke budaya yang lain.
Budaya setiap bangsa mempunyai ciri khas tertentu, unik dan lokal. Setiap budaya mempunyai cara dan kebiasaan, kepercayaan dan keyakinan yang diambil dari norma, serta nilai yang berkembang di tengah masyarakatnya.
Sesuatu percakapan dapat dianggap kasar, misalkan dengan memanggil seseorang dalam sebuah nama “si boncel” yang berarti sebuah sarkastik (ejekan). Boleh saja hal itu bermaksud untuk membangun suasana yang akrab/humoris, tetapi bagi sebagian orang hal itu terlihat seperti “biadab” atau tidak memiliki tata krama. Bahkan penyebutan “si” pada panggilan “si Andi” bagi orang Sunda dianggap sebagai panggilan yang kasar atau tidak terhormat. Sesuatu yang memunculkan sebuah pelanggaran dari kebiasaan yang baik disebut “tabu” dan setiap budaya memiliki adab-adab yang dilarang untuk diucapkan yang mungkin pada budaya anda hal itu biasa saja. Orang Batak versus Orang Jawa atau Sunda, nada suara yang tinggi dapat dianggap sebagai orang yang berbicara kasar dan tidak menghormati..
3.      Sistem Religi
Setiap masyarakat mempunyai sistem religi, yakni adanya kepercayaan manusia terhadap keberadaban kekuatan yang lebih tinggi, mahakuasa, dan gaib kedudukannya.Praktik dalam ritual keagamaan diwujudkan dalam bentuk yang khas, seperti berdoa, sembahyang, bersemedi, berpuasa, berzikir dan lain sebagainya.
Sebagai akar kata dari religion, unsur religi merupakan salah satu unsur universal dari kebudayaan. Karakteristik utama religi adalah kepercayaan pada makhluk dan kekuatan supranatural. Masyarakat di dunia memiliki beragam konsepsi tentang makhluk supranatural, tetapi dapat diklasifikasikan atas tiga kategori, yaitu dewa-dewi, arwah leluhur, dan makhluk supranatural lain/bukan manusia. Makhluk-makhluk supranatural itu dianggap menguasai dunia atau bagian tertentu dari dunia.
Sebagian kepercayaan tergolong agama samawi. Tiga agama besar, Yahudi, Kristen, dan Islam, dikelompokkan sebagai agama Samawi atau agama Abrahamik. Ketiga agama tersebut memiliki sejumlah tradisi yang sama, sekaligus perbedaan mendasar dalam inti ajarannya. Ketiganya telah memberikan pengaruh yang besar dalam kebudayaan manusia di berbagai belahan dunia.
4.      Tradisi
Tradisi merupakan adat kebiasaan yang diproduksi oleh suatu masyarakat berupa aturan atau kaidah sosial yang biasanya tidak tertulis, tetapi dipatuhi, berupa petunjuk perilaku yang dipertahankan secara turun temurun.
Tradisi budaya suku tertentu biasa dikenal juga dengan kepercayaan seperti penyembahan terhadap barang, pohon, batu, dan sebagainya. Kepercayaan terhadap hal tersebut atau sesuatu khususnya tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan dalam keadaan tertentu biasa disebut mitos. Misalkan, ibu hamil tidak boleh makan nenas, pisang atau buah-buahan lainnya karena akan berbahaya bagi si bayi. Terkadang mitos-mitos atau pantangan seperti itu bila di tempat lain hal itu malah dianjurkan atau berdasarkan studi kesehatan justru ibu hamil membutuhkan banyak vitamin dan gizi yang didapat dari makanan-makanan tersebut. Namun, mitos atau pantangan tersebut sangat dipatuhi oleh masyarakat pada suku atau sub suku tertentu.
.
G.    Fungsi Dasar dari Budaya
Inti penting dari budaya adalah pandangan yang bertujuan untuk mempermudah hidup dengan “mengajarkan“ orang-orang bagaimana cara beradaptasi dengan lingkungannya. Budaya berperan untuk memperbaiki cara anggota kelompok suatu budaya beradaptasi dengan ekologi tertentu dan hal ini melibatkan pengetahuan yang dibutuhkan orang supaya mereka dapat berperan aktif dalam lingkungan sosialnya.” Sedangkan fungsi budaya menurut Sowell, yakni budaya ada untuk melayani kebutuhan vital dan praktis manusia, untuk membentuk masyarakat juga untuk memelihara spesies, menurunkan pengetahuan dan pengalaman berharga ke generasi berikutnya, untuk menghemat biaya dan bahaya dari proses pembelajaran semuanya mulai dari kesalahan kecil selama proses coba-coba sampai kesalahan fatal.
Hal yang juga penting adalah bahwa budaya memenuhi kebutuhan dasar seseorang dengan menggambarkan dunia yang diramalkan di mana seseorang akan berdiri. Hal ini memungkinkan seseorang untuk mengerti lingkungan sekitarnya. Seperti yang di tuliskan Haviland, “Bagi manusia, budayalah yang mengatasi dan mengarahkan perilaku.” Penulis Inggris mengungkapkan hal yang sama dengan lebih sederhana 200 tahun yang lalu, “Budaya membuat segala sesuatu jadi mudah”. Mudah, karena budaya melindungi orang dari yang tidak diketahui dengan menawarkan mereka suatu gambaran tentang semua aktivitas hidup. Walaupun mungkin orang dengan budaya yang berbeda akan menyimpang dari gambaran ini, paling tidak mereka tahu apa yang diharapkan budaya pada mereka.
H.    Pola Budaya
Pola Budaya (cultural pattern) atau arketipe, dapat dideskripsikan sebagai “gambaran yang sangat luas dari susunan dunia dan hubungan seseorang dengan susunan tersebut. Maksudnya, hubungan seseorang dengan kebudayaan yang lebih besar menjadi relevan ketika menginterprestasikan makna. Tindak tutur, episode hubungan, dan naskah kehidupan dapat dipahami dalam level budaya. Hal ini menjadi lebih penting ketika dua orang dari dua budaya yang berbeda berusaha untuk memahami perkataan satu sama lain.
Judith Martin dan Thomas Nakayama (2004) menyatakan bahwa budaya Amerika Serikat mendorong adanya individualisme atau pandangan dimana kepentingan individu didahulukan daripada kepentingan kelompok.
Individualism berfokus pada kebebasan dan inisiatif. Budaya yang lain (seperti Kolombia, Peru, dan Taiwan) menekankan kolektivisme (collectivism), atau pandangan dimana kepentingan kelompok harus didahulukan daripada kepentingan pribadi. Kesulitan akan muncul ketika dua orang dari sudut pandangan yang berbeda ini menginterprestasikan makna dari sudut pandang mereka. Karenanya, budaya membutuhkan kesamaan makna dan nilai.

I.        Hubungan Komunikasi Dengan Budaya
Komunikasi dan budaya tidak dapat dipisahkan, karena komunikasi dan budaya adalah dua hal yang berbeda. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan di antara para pelaku komunikasi dengan tujuan untuk saling memahami satu sama lain. Sedangkan budaya dapat dikatakan sebagai cara berperilaku suatu komunitas masyarakat secara berkesinambungan. Namun demikian komunikasi dan budaya eksistensinya saling berkaitan. Suatu budaya dapat dilestarikan dan diwariskan kepada generasi penerus melalui proses komunikasi. Disini, komunikasi berfungsi sebagai alat penyebaran tradisi dan nilai-nilai budaya. Komunikasi dan budaya adalah dua entitas tak terpisahkan, sebagaimana yang dikatakan Edward T. Hall, bahwa budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya.
Dalam komunikasi lintas budaya terjadi pertukaran antara satu budaya dan budaya lainnya. Titik tekan budaya dalam konteks komunikasi lintas budaya lebih banyak berkaitan dengan aspek-aspek budaya immaterial, seperti bahasa, tradisi, kebiasaan, adat istiadat, norma, serta nilai moral, etika, gagasan, religi, kesenian, kepercayaan, dan sebagainya.
Dalam hal ini, bisa diperhatikan bagaimana cara orang Jawa, Sunda, Batak, Minang, Bali berbicara dan berinteraksi. Cara orang Sunda berkomunikasi berbeda dengan orang Batak, Betawi, Jawa, Bali, dan sebagainya. Perbedaan tersebut terdapat berupa logat, tata cara, perilaku nonverbal, atau simbol-simbol yang digunakan. Orang jawa yang berada di bandung akan menemukan banyak halberbeda tentang cara dan kebiasaan berperilaku, logat bicara, bahasa, sikap, dan nilai-nilai yang dianut orang sunda. Agar komunikasi yang dibangun oleh orang-orang yang berbeda budaya ingin berjalan dengan baik, pemahaman budaya satu sama lain adalah sebuah keharusan.
Contohnya yakni misalnya tentang pernikahan beda budaya. Pernikahan antara orang Batak dengan orang Sunda, dimana orang Batak itu terkenal dengan bahasa dan intonasi nadanya yang keras, tegas, dan lantang, sedangkan orang Sunda, terkenal dengan bahasa dan intonasi nadanya yang halus, lemah lembut. Seharusnya sebelum menikah mereka terlebih dahulu mengetahui seperti apa adat, kebiasaan dan komunikasi jika kita sedang berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya dengan kita. Di dalam keluarga yang terbentuk dengan kebudayaan yang berbeda haruslah terjalin komunikasi yang baik, dan harus bias memahami kebudayaan masing-massing pasangannya. Contohnya jika suami (orang Batak) berbicara kepada istrinya (orang sunda) dengan nada tegas dan lantang, maka istri harus bias memahami bahwa suami bukan sedang marah kepadanya, melainkan memang khas orang Batak bersuara seperti itu. Harus bersikap mengayomi pasangan dengan antar kebudayaan yang mereka anut,  memahami karakter pasangannya yang berbeda budaya, baik pasangan maupun keluarganya. Terbentuknya sebuah kebudayaan baru di dalam keluarga tersebut sehingga terjadi komunikasi yang efektif dan mendukung satu sama lain antara pasangan yang berbeda budaya itu, sehingga tidak diragukan lagi bagaimana mereka berkomunikasi satu dengan yang lainnya. 


J.       Problematika Kebudayaan Indonesia
Menelusuri permasalahan kebudayaan di Indonesia, akan ditemukan sebuah fenomena yang biasa dihadapi, yaitu kerendahan diri masyarakat Indonesia terhadap kebudayaannya sendiri. Kerendahan diri ini muncul dari hubungan antara kebudayaan barat dengan kebudayaan daerah di Indonesia. Barat yang sering diposisikan sebagai pihak superior dan kebudayaan daerah di Indonesia sebagai pihak inferior.
Problem kebudayaan saat ini antara lain, terjadinya pemahaman budaya yang cenderung keliru. Hal tersebut akibat miskomunikasi budaya antargenerasi yang terus menerus terjadi. Padahal, sebagai sistem gagasan yang terdiri dari nilai-nilai, norma dan aturan, kebudayaan harus dilihat dalam tiga aspek sekaligus, masing-masing proses pembelajaran, konteks, dan pelaku pendukung kebudayaan. Ketiga aspek tersebut dapat menentukan seberapa besar dan kuat peran kebudayaan dalam membangun kehidupan lebih baik.
K.    Memahami Perbedaan-Perbedaan Budaya
 Budaya adalah gaya hidup unik suatu kelompok manusia tertentu. Budaya bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh sebagian orang dan tidak dimiliki oleh sebagian orang yang lainnya, budaya dimiliki oleh seluruh manusia dan dengan demikian seharusnya budaya menjadi salah satu faktor pemersatu. Pada dasarnya manusia-manusia menciptakan budaya atau lingkungan sosial mereka sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka. Individu-individu sangat cenderung menerima dan mempercayai apa yang dikatakan budaya mereka. Mereka dipengaruhi oleh adat dan pengetahuan masyarakat dimana mereka tinggal dan dibesarkan, terlepas dari bagaimana validitas objektif masukan dan penanaman budaya ini pada dirinya. Individu-individu itu cenderung mengabaikan atau menolak apa yang bertentangan dengan “kebenaran” kultural atau bertentangan dengan kepercayaan-kepercayaannya. Inilah yang seringkali merupakan landasan bagi prasangka yang tumbuh diantara anggota-anggota kelompok lain, bagi penolakan untuk berubah ketika gagasan-gagasan yang sudah mapan menghadapi tantangan.
Setiap budaya memberi identitas kepada sekolompok orang tertentu sehingga jika kita ingin lebih mudah memahami perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam msaing-masing budaya tersebut paling tidak kita harus mampu untuk mengidentifikasi identitas dari masing-masing budaya tersebut yang antara lain terlihat pada:
1. Komunikasi dan Bahasa Sistem komunikasi
 Verbal maupun Nonverbal, membedakan suatu kelompok dari kelompok lainnya. Terdapat banyak sekali bahasa verbal diseluruh dunia ini demikian pula bahasa nonverbal, meskipun bahasa tubuh (nonverbal) sering dianggap bersifat universal namun perwujudannya sering berbeda secara lokal.
2. Pakaian dan Penampilan
 Pakaian dan penampilan ini meliputi pakaian dan dandanan luar juga dekorasi tubuh yang cenderung berbeda secara kultural.
3. Makanan dan Kebiasaan Makan
Cara memilih, menyiapkan, menyajikan dan memakan makanan sering berbeda antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya. Subkultur-subkultur juga dapat dianalisis dari perspektif ini, seperti ruang makan eksekutif, asrama tentara, ruang minum teh wanita, dan restoran vegetarian.
4. Penghargaan dan Pengakuan
Cara untuk mengamati suatu budaya adalah dengan memperhatikan cara dan metode memberikan pujian bagi perbuatan-perbuatan baik dan berani, lama pengabdian atau bentuk-bentuk lain penyelesaian tugas.
5. Nilai dan Norma
Berdasarkan sistem nilai yang dianutnya, suatu budaya menentukan norma-norma perilaku bagi masyarakat yang bersangkutan. Aturan ini bisa berkenaan dengan berbagai hal, mulai dari etika kerja atau kesenangan hingga kepatuhan mutlak atau kebolehan bagi anak-anak. tempat seseorang secara persis, sementara budaya-budaya lain lebih terbuka dan berubah.
6. Proses mental dan Belajar
 Beberapa budaya menekankan aspek perkembangan otak ketimbang aspek lainnya sehingga orang dapat mengamati perbedaan-perbedaan yang mencolok dalam cara orang-orang berpikir dan belajar.
7. Kepercayaan dan Sikap
 Semua budaya tampaknya mempunyai perhatian terhadap hal-hal supernatural yang jelas dalam agama-agama dan praktek keagaman atau kepercayaan mereka.

L.     Sejarah  Munculnya Kajian Budaya
Kajian budaya pertama kali muncul di Inggris, pada tahun 1990-an, Universitas tua di Inggris, telah melakukan penelitian di bawah Birmingham Centre for Contemperary Culture studies. Konstribusinya antara lain membuat studi untuk mencari makna ideologis dari bentuk kebudayaan yang ada. Melalui Birmingham Centre ini beberapa ilmuan telah mempelopori pemakaian semiotika dalam cultutal studies.
Di Eropa ada usaha untuk membangun kajian budaya sebagai disiplin ilmu tersendiri. Kajian budaya berusaha mengeksplori hubungan antara bentuk-bentuk kekuasaan ini dan berusaha mengembangkannya cara berfikir tentang kebudayaan dan kekuasaan yang dapat dimanfaatkan oleh sejumlah agen dalam usaha melakukan perubahan. Di Amerika berkembang kajian budaya dengan tema untuk mengkaji mass culture(budaya massa) dan budaya pop. Dalam perkembangnya di Amerika Serikat, Australia, Afrika dan Amerika Latin, kajian budaya mencari bentuknya sendiri.
Dalam perkembangannya, kajian budaya juga muncul di Indonesia walaupun belum meluas seperti di Eropa dan Amerika. Saat ini kajian budaya di Indonesia telahdikembangkan di Universitas Udayana Denpasar, Universitas Indonesia Jakarta dan di buka di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hingga kina para penggagas kajian budaya di Indonesia ingin agar pendekatan yang dipakai untuk mendiagnosa fenomena budaya benar-benar menggunakan metode kritis.
M.   Kaitan Budaya Dan Simbol
Hubungan antara budaya dan simbol menjadi jelas ketika Ferraro menuliskan, “simbol mengikat orang yang mungkin saja bukanlah bagian dari suatu kelompok yang bersatu”. Portabilitas (sifat mudah dibawa) simbol memungkinkan orang untuk membungkus, menyimpan, dan menyebarkannya. Pikiran, buku, gambar, film, tulisan tentang agama, video, aksesori komputer dan sebagainya memungkinkan suatu budaya melestarikan apa yang dianggap penting dan berharga untuk diturunkan. Hal ini membuat setiap individu tanpa memandang generasinya mewarisi sejumlah informasi yang sudah dikumpulkan dan dipertahankan sebagai antisipasi ketika ia masuk dalam suatu budaya.
Simbol merupakan segala sesuatu yang mengandung makna khusus yang diketahui oleh orang-orang yang menyebarkan budaya. Simbol budaya dapat dalam bentuk, gerakan, pakaian, objek, bendera, ikon keagamaan, dan sebagainya.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dunia yang luas terdiri dari berbagai negara tentu saja memiliki beraneka ragam corak budaya. Indonesia termasuk di dalamnya yang memberikan corak budya tersendiri. Faktor geografis merupakan salah satu faktor mengapa Indonesia memiliki beranekaragam budaya. Luas Indonesia yang sebagian besar adalah luas lautan menjadikan wilayah Indonesia secara topografi terpisah menjadikan ciri khas atau perbedaan budaya dari masing- masing daerah. Budaya antar wilayah Indonesia berbeda melainkan tetap dalam satuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tidak ada batasan antara budaya dan komunikasi, seperti yang dinyatakan Hall, “Budaya adalah komunikasi,dan komunikasi adalah budaya”. Dengan kata lain ketika membahas budaya dan komunikasi sulit untuk memutuskan mana yang menjadi suara dan mana yang menjadi gemanya. Alasannya adalah karena anda “mempelajari” budaya anda melalui komunikasi dan pada saat yang sama komunikasi merupakan refleksi budaya anda. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang  berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan  bahwa budaya itu dipelajari.




Contoh kasus :
Kita sebagai umat Manusia tidak mungkin tidak melakukan Komunikasi sekalipun dalam keadaan bisu.Karena komunikasi sesungguhnya tidak saja dipahami sebagai penyampai pesan melalui bahasa,tetapi komunikasi adalah penyampaian pesan melalui lambang-lambang yang dapat dipahami oleh kedua belah pihak (komunikator-komunikan) apapun bentuk lambang tersebut.
Perbedaan suku pun sering kali menjadi akar konflik,seperti misalnya perbedaan antara suku Dayak dan Madura biasanya konflik terjadi karena adanya perbedaan dalam sikap,kepercayaan,nilai,atau kebutuhan.seperti suku madura yang memiliki perilaku yang langsung merespon amarah yang cenderung melalui kekerasan,kekerasan ini pulalah yang mudah menimbulkan konflik dengan suku lain. Peperangan antara suku dayak dan madura merupakan kerusuhan yang berskala besar,perbedaan budaya jelas menjadi alasan perang antar suku ini terjadi.
Ada juga tentang Ledakan Petasan di Mesjid An-Nur Milik Ahmadiyah yang pernah meresakan Warga.yang tepatnya.saat itu terjadi Ledakan petasan ukuran besar di depan Mesjid An-nur milik jemaah Ahmadyah, Desa Manis Lor, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Rabu siang sekitar pukul 12.00 WIB yang memicu ketegangan antara jemaah Islam Ahmadyah dengan warga desa sekitarnya yang mayoritas menentang ajaran Ahmadyah tersebut.saat terjadi bentrok dan aksi saling serang yang mengakibatkan Mushola At-taqwa, milik jemaah Ahmadyah rusak, demikian juga rumah yang letaknya di sebelah Mushola Al Hidayah milik jemaah Ahmadyah.
Dalam kasus Ahmadiyah, yang terjadi memang bukan konflik antar agama seperti yang terjadi di Poso atau Ambon, tapi tetap merupakan kasus konflik antar-identitas religius karena Ahmadiyah memiliki identitas religius yang berbeda dengan identitas religius Muslim arus utama di Indonesia.Sekalipun kebebasan beragama dijamin, konflik tetap muncul ketika keyakinan religius sekelompok orang membuat tidak nyaman orang-orang yang tidak memiliki keyakinan yang sama.
Negara indonesia memang penuh dengan keberagaman dalam hal agama,suku dan budaya.Perbedaan ini ada sejak zaman dahulu. Sikap toleransi sangat diperlukan dalam perbedaan pendapat agar tidak merasa paling benar. Karena hanya dengan sikap menghormati dan saling menghargai yang dapat menghindarkan kita dari konflik antar sesama manusia.